#3rd wedding party of 2008 : Barakallah, Tia

Suatu hari, di dept angkatan 2008 sedang hectic2nya revisi skripsi. Kabar gembira itu datang. Seorang 2008 akan menggenapkan separuh diennya. Semua kaget. Tak percaya. Gajeb gempar. Hehe. Tak ada angin, tak  hujan. Ya, dialah Mariatul Qibtyah yang tiba2 nyebarin undangan di tengah hecticnya revisi skripsi itu… Barakallah.

Bukan hanya gajeb. Twitter land pun heboh, dengan twit2 galau 2008. Saling ceng2in. Kapan nyusul? Hehe, di satu sisi, bagus juga nih buat pemicu yg pacarannya sudah lama utk segera menghalalkan  relationship mereka. Ckck…

Hm… Bicara tentang pernikahan. Semoga tidak termasuk menjadi salah seorang yang galau ketika  membicarakan itu, disini… Bagaimanapun, usia dua-puluhan memang puncak usia “galau” dalam mencari siapa pemilik tulang rusuk itu 🙂

Namun, bagi saya. Sebuah pernikahan itu bukan hanya pertalian cinta. Pernikahan itu bukan hanya tentang aku dan kamu. Cinta, marah, cemburu, mesra, apapun itu, itu memang akibat dari perasaan. Namun, menikah adalah keputusan berat dan penting. Allah saja menyebutnya : MITSAQAN GHALIZHA. Perjanjian yang berat. Setara dengan perjanjian Allah dan RasulNya. Menikah adalah pondasi awal membangun sebuah peradaban madani. Bagaimana dua potensi yang Allah satukan untuk saling menguatkan satu sama lain. Jika belum sampai kepada peradaban madani, ya setidaknya, menikah merupakan salah satu sarana perbaikan diri. Saling mengingatkan. Karena dari pernikahan itu yang diinginkan adalah keberkahan dan Allah kumpulkan dalam kebaikan.

Bagaimanapun, menikah, berarti siap membangun sebuah peradaban. Karena sangat sempit rasanya jika sebuah pernikahan hanya dimaknai dengan menyatunya cinta, hal-hal romantic, dsb. Dan dalam membangun peradaban itu, kau perlukan fondasi yang kuat agar bangunannya tak goyah. Apa pondasi yang kuat itu? Tauhid. Di Al-Quran banyak sekali tercantum kisah penanaman tauhid oleh seorang bapak kepada anaknya. Simaklah kisah Ibrahim. Simaklah kisah Ya’qub. Simaklah kisah Luqman. Maka, ketika kau ingin peradabanmu tak goyah, pondasi tauhid penyusunnya sungguh tak boleh sembarang. Ya, maka dari itu, perhatikan dengan siapa kau akan membangun pondasi itu. Maka, sungguh indah sang Nabi bersabda : Pilihlah karena agamanya, maka kau akan bahagia. Rupawan, Kaya dan dari keturunan terpandang hanyalah pelengkap.

Ketika masih dalam masa penantian, teruslah perbaiki diri agar “pantas” di mata Allah.

Jika menikah adalah menggenapi jiwa, semoga Allah pertautkan jiwa-jiwa yang haus akan cinta-Nya untuk bertemu dalam ketaatan, bersetia dalam kebaikan, genap-menggenapkan: dua menjadi satu, satu menjadi lompatan tak berhingga (Scientia Afifah)